meta content='raXa6nkIfdXiFBhvXAvyw61NbnQ' name='alexaVerifyID'/> javascript:; SHARING ILMU BARU: perpajakan

Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian

Tampilkan postingan dengan label perpajakan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label perpajakan. Tampilkan semua postingan

Minggu, 05 Agustus 2012

Seksi Pelayanan


SEKSI PELAYANAN di DJP
           memiliki tugas :
          •Penerimaan dan Pengolahan SPT dan surat lainnya &      
            Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan.
Surat-surat WP:
-Surat permohonan dan surat lainnya
-SPT Tahunan dan SPT Masa
Surat Permohonan ditatausahakan di:
-Seksi Pelayanan
-Seksi lain melalui sekretariat
-Kantor Pusat              (menggunakan surat pengantar)
-Kantor Wilayah           (menggunakan surat pengantar )
 
Pelaksanaan registrasi WP

Menerbitkan kartu NPWP, SKT, dan SPPKP
Menerbitkan Surat Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan PKP
Menyelesaikan proses permohonan WP untuk pindah ke KPP baru
Menyelesaikan proses permohonan WP untuk pindah dari KPP lama 

  Mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan
         •Menerima konsep ketetapan dari seksi Waskon atau Fungsional Pemeriksa Pajak
         •Menerbitkan STP, SKPLB, SKPN, Pbk, SKB, SPMKP, SPMIB serta produk hukum lainnya
         •Mengirimkan ketetapan ke WP melalui sub bagian umum
         •Mengirimkan SPMKP, SPMIB ke Bank Pembayar dan KPPN

  • Fungsi Penyuluhan
    Seksi Pelayanan sebagai koordinator dalam kegiatan penyuluhan perpajakan
    Channel penyuluhan
        - leaflet, brosur, help desk, call center
        - sosialisasi langsung kepada WP  

     >> fungsi  E-Registration
    Memberikan kemudahan bagi WP utk mendaftar kapanpun serta dimana saja dan memperoleh NPWP saat itu juga.
    Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan juga mengefisienkan operasional dan administrasi DJP
    Memberikan fasilitas  terkini bagi WP untuk mendaftarkan diri secara online dengan memanfaatkan teknologi internet
    Memudahkan Petugas Pajak dalam melayani dan memperoses pendaftaran WP
    Menghilangkan hubungan langsung antara WP dan aparat pajak/petugas pajak

     A.Pendaftaran NPWP
     Data pendukung yang perlu disiapkan oleh Wajib Pajak:
    a.  Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan/tidak menjalankan  
         usaha atau pekerjaan bebas
    KTP bagi Penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing
    b.  Untuk Wajib Pajak Badan
    Akte pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap;
    NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab Badan
    KTP bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing sebagai   penanggung jawab.
    c.  Untuk Bendahara sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong
    surat penunjukan sebagai Bendahara;
    Kartu Tanda Penduduk Bendahara
    d.   Untuk Joint Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut/Pemotong:
    Perjanjian Kerjasama/Akte Pendirian sebagai Joint Operation;
    Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing sebagai penanggung jawab;
    NPWP Pimpinan/Penanggung Jawab JO.
      Per DJP 44/PJ/2008 stdd Per DJP 41/PJ./2009
    B.Prosedur WP Pindah Alamat
     
    Dalam hal Wajib Pajak terdaftar dan/atau PKP terdaftar pindah tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain, Wajib Pajak dan/atau PKP wajib mengajukan permohonan pindah ke:
    a. KPP Lama, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak dan/atau PKP Badan atau Joint Operation atau Wajib Pajak Bendahara; atau
    b. KPP Baru, dalam hal pemohon adalah Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan mengisi Formulir Perubahan Data dan Wajib Pajak Pindah dan/atau Formulir Perubahan Data dan PKP Pindah.
    Atas dasar permohonan pindah tersebut:
    a. KPP Lama harus menerbitkan Surat Pindah untuk disampaikan kepada Wajib Pajak dan ditembuskan ke KPP Baru, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap.
    b. KPP Baru harus menerbitkan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP serta ditembuskan ke KPP Lama, paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak:
    diterimanya Surat Pindah dari KPP Lama; atau
    permohonan diterima secara lengkap.
    C.Prosedur WP Pindah Alamat
    KPP Lama harus menerbitkan Surat Pencabutan SKT dan/atau Surat Pencabutan SPPKP, paling lama 1 (satu) hari kerja sejak diterimanya tembusan Kartu NPWP dan SKT dan/atau SPPKP dari KPP Baru.
    Dalam hal permohonan pindah disampaikan ke:
    a. KPP Baru oleh Wajib Pajak dan/atau PKP badan, atau Joint Operation, atau Bendahara, KPP Baru harus meneruskan permohonan pindah tersebut ke KPP Lama; atau
    b. KPP Lama oleh Wajib Pajak dan/atau PKP orang pribadi, KPP Lama harus meneruskan permohonan pindah tersebut ke KPP Baru.
     Jenis-jenis urusan Pelayanan
    Pendaftaran objek baru
    Mutasi subjek/objek PBB
    Pembetulan SPPT/SKP
    Pembatalan SPPT
    Pembuatan salinan
    Keberatan atas besarnya ketetapan, luas tanah/bangunan
    Pengurusan pajak terutang
    Restitusi dan kompensasi
    Pengurangan denda administrasi
    Pengecualian pengenaan PBB
    Pemberian informasi kepada WP

    Untuk  mengetahui jelasnya semua mngenai pelayanan bisa di lihat di  

Kamis, 02 Agustus 2012

TARIF PAJAK DAN DASAR PENGENAAN PAJAK

A. Pengertian Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif Pajak adalah dasar pengenaan pajak terhadap objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak biasanya berupa persentase (%).
Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang yang dijadikan dasar untuk menghitung pajak yang terutang.

B. Jenis-jenis Tarif Pajak
Tarif pajak yang besarnya harus dicantumkan dalam undang-undang pajak merupakan salah satu unsur yang menentukan rasa keadilan dalam pemungutan pajak. Penentuan besarnya suatu tarif adalah hal yang krusial dimana kesalahan persepsi dalam penentuannya dapat merugikan berbagai pihak termasuk Negara. Dalam pemungutan pajak, terdapat beberapa jenis tarif pajak yang dikenal, antara lain:
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate)
2. Tarif Proporsional (a proportional tax rate)
3. Tarif Degresif (a degressive tax rate)
4. Tarif Tetap (a fixed tax rate)
5. Tarif Advalorem
6. Tarif spesifik
7. Tarif Efektif

1. Tarif Progresif
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
 
a. Tarif pajak Progresif Progresif
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
 
b. Tarif pajak Progresif Proporsional
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
 
c. Tarif pajak Progresif Degresif
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a
 
0Sampai dengan Rp50.000.000,00    tarif5 %
Di atas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00 tarif 15 %
Di atas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00 tarif 25 %
Di atas Rp500.000.000,00 tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

2. Tarif Degresif
Tarif degresif merupakan kebalikan dari tarif progresif. Tarif degresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin kecil bila jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak semakin besar. Namun, tidak berarti jika persentasenya semakin kecil kemudian jumlah pajak yang terutang juga menjadi kecil. Akan tetapi malah bisa menjadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya juga semakin besar.

Pajak yang terutang
Rp10.000.000,- x 15% = Rp1.500.000
Rp25.000.000,-x 13% =  Rp3.250.000
Rp50.000.000,-x 11% = Rp5.500.000
Rp60.000.000,-x 10% = Rp6.000.000
Jumlah pajak terutang
Rp16.250.000
 
3. Tarif Proporsional
Tarif proporsional tidak lagi dipengaruhi oleh naik turunnya dasar objek yang dikenakan pajak, karena tarifnya telah berlaku secara sebanding. Tarif proporsional adalah tarif pemungutan pajak yang menggunakan persentase tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Semakin besar jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak, akan semakin besar pula jumlah pajak terutang (yang harus dibayar). Tarif ini diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif proporsional sebesar 10%.

Pajak yang terutang
a. Rp15.000.000,- x 10% =Rp1.500.000,-
b. Rp25.000.000,-x 10% = Rp2.500.000,-
c. Rp40.000.000,-x 10% = Rp4.000.000,-
d. Rp60.000.000,- x 10% =Rp6.000.000,-
 
4. Tarif Tetap
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.
 
5. Tarif Advalorem
Tarif advalorem adalah suatu tarif dengan persentase tertentu yang dikenakan/ ditetapkan pada harga atau nilai suatu barang.
Misalnya PT XZY mengimpor barang jenis „A‟ sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000,00. Jika tarif Bea Masuk atas Impor Barang tersebut 20%, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Nilai Barang Impor = 1500 x Rp100.000 = Rp150.000.000
Tarif Bea Masuk 20%, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = 20% x Rp150.000.000
= Rp30.000.000
 
6. Tarif Spesifik
Tarif spesifik adalah tarif dengan suatu jumlah tertentu atas suatu jenis barang tertentu atau suatu satuan jenis barang tertentu.
Misalnya PT ABC mengimpor barang jenis „Z‟ sebanyak 1500 unit dengan harga per unit Rp100.000. Jika tarif Bea Masuk atas impor barang Rp10.000 per unit, maka besarnya Bea Masuk yang harus dibayar adalah:
Jumlah Barang Impor = 1500 unit
Tarif Bea Masuk Rp10.000, maka
Bea Masuk yang harus dibayar = Rp10.000 x 1500
= Rp15.000.000
 
7. Tarif Efektif
Tarif efektif adalah tarif dimana jumlah pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan jumlah penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak.
Contoh: Tuan Andi mempunyai penghasilan kena pajak selama tahun 2008 sebesar Rp750.000.000. Hitung besarnya pajak yang harus dibayar!
 
a. Dengan tarif progresif menurut UU No. 17 Tahun 2000
5% x Rp25.000.000 = Rp 1.250.000
10% x Rp25.000.000 = Rp 2.500.000
15% x Rp50.000.000 = Rp 7.500.000
25% x Rp100.000.000 = Rp 25.000.000
35% x Rp550.000.000 = Rp 192.500.000
Jumlah pajak terutang Rp 228.750.000

b. Dengan tarif efektif
228.750.000 x 100% = 30,5%
750.000.000
Jika tarif efektif 30,5% tersebut dikalikan penghasilan kena pajak, maka akan dihasilkan jumlah pajak yang sama jika digunakan tarif progresif dalam perhitungannya.


sumber : bahan ajar stan

Kamis, 05 Juli 2012

PBB

Tanah dan bangunan merupakan barang komoditi atau merupakan barang ekonomi yang berpengaruh sangat kuat terhadap kehidupan bangsa , negara dan penduduknya. Negara sebagai organisasi yang mengatur dan memerintah rakyat serta kehidupan bernegara demi mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya berkewajiban untuk mengatur tata hidup dan pendayagunaan tanah baik sebagai barang ekonomi maupun tempat tinggal. Untuk itu sudah sejak zaman
kerajaan sampai dengan berdirinya Negara, pendayagunaan tanah ini diatur oleh para penguasa atau Negara. Salah satu pengaturan pendayagunaan tanah disamping melalui Undang-undang Pokok Peraturan Agraria, Land Use dan Land Reform adalah melalui Perpajakan Atas Tanah.
Sebelum tahun 1985 disadari bahwa saat itu berlaku sistem perpajakan atas tanah dan bangunan khususnya yang menyangkut pajak kebendaan dan pajak kekayaan yang diciptakan sejak zaman Belanda, telah menimbulkan tumpang tindih antara satu pajak dengan pajak lainnya sehingga menyebabkan pajak berganda bagi masyarakat. Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam GBHN perlu diadakan pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang  memberikan kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya serta memenuhi haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.

untuk selebihnya mengenai perhitungannya 
klik disini

Dasar Penagihan Pajak

Dalam Pasal 18 UU KUP di atur bahwa, Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak. Termasuk dalam pengertian ini adalah Surat Tagihan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (STPPBB), untuk Pajak Bumi dan Bangunan dan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB), Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), serta Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (STB).
penagihan pajak tidak luput dari pengertian utang pajak dan pajak terutang. banyak orang mengira hal tersebut adalah sama tetapi hal tesebut adalah berbeda
berikut adalah pengertian dari ke tiganya yaitu :

Penagihan Pajak menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut: ”Serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah disita.”
Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan. Surat ketetapan pajak tersebut dapat meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan sedangkan surat sejenisnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak atau Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
Pajak terutang adalah pajak yang masi harus di bayar pada suatu saat,dalam masa pajak,dalam tahun pajak,atau bagian tahun pajak yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perjakan. 
untuk lebuh jelasnya silahkan download disini

Rabu, 04 Juli 2012

Form Pemindahbukuan Pajak

 
 
BAYARLAH PAJAK TEPAT PADA WAKTUNYA
Akhir-akhir ini tidak jarang wajib pajak melakukan kesalahan dalam pengisian Surat Setoran Pajak (SSP) didalam pembayaran pajak di Bank Persepsi atau Kantor Pos/Giro. Dimana kesalahan sering terjadi dalam pengisian Kode Akun Pajak, Kode Jenis Pajak, kesalahan penyilangan masa pajak ataupun pengisian tahun pajak.
Kesalahan tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Perpajakan, wajib pajak dapat melakukan Permohonan Pemindahbukuan atau sering disebut Permohonan PBK ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar.
Atas hal tersebut diatas dan banyaknya pertanyaan yang masuk ke Manajemen PAJAK KITA, maka dalam kesempatan ini kami akan menyampaikan contoh format Surat Permohonan Pemindahbukuan (PBK) yang dapat menjadi acuan dalam melakukan permohonan pemindahbukuan. Contoh ini bukan merupakan format standar sehingga dapat ditambahkan suatu informasi sesuai kebutuhan.
Format Permohonan Pemindahbukuan (PBK) dapat di download http://www.4shared.com/document/gHUMgEYB/FORM_PERMOHONAN_PBK.html

Senin, 02 Juli 2012

PENGERTIAN PAJAK DAN HUKUM PAJAK

HUKUM PAJAK
A. Hukum Pajak
1. Pengertian Hukum Pajak
Hukum pajak, dalam bahasa Inggris, disebut tax law. Dalam bahasa Belanda, hukum pajak disebut belasting recht. Di Indonesia, selain digunakan istilah hukum pajak, juga digunakan istilah hukum fiskal. Sebenarnya hukum pajak dengan hukum fiskal memiliki substansi yang berbeda. Hukum pajak hanya sekadar membicarakan tentang pajak sebagai objek kajiannya, sedangkan hukum fiskal meliputi pajak dan sebagian keuangan Negara sebagai objek kajiannya.
Hukum pajak dalam arti luas adalah hukum yang berkaitan dengan pajak. Hukum pajak dalam arti sempit adalah seperangkat kaidah hukum tertulis yang memuat sanksi hukum. Hukum pajak sebagai bagian ilmu hukum tidak lepas dari sanksi hukum sebagai substansi di dalamnya agar Pejabat Pajak maupun Wajib Pajak menaati kaidah hukum. Sanksi hukum yang dapat diterapkan berupa sanksi administrasi dan sanksi pidana.
Hukum pajak ialah suatu kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak (Rochmat Soemitro, 1979). Dengan kata lain, hukum pajak menerangkan:
a. Siapa-siapa Wajib Pajak (subjek pajak);
b. Objek-objek apa yang dikenakan pajak (objek pajak);
c. Kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah;
d. Timbulnya dan hapusnya utang pajak;
e. Cara penagihan pajak;
f. Cara mengajukan keberatan dan banding pada peradilan pajak
Undang-undang No. 28 Tahun 2007 (UU KUP) tidak menyebutkan pengertian hukum pajak, melainkan hanya menyatakan kedudukannya sebagai “ketentuan umum” bagi peraturan perundang-undangan perpajakan yang lain. UU KUP merupakan kaderwet yang berfungsi sebagai payung terhadap undang-undang pajak yang sifatnya sektoral.
Pengertian hukum pajak dapat memberi petunjuk bagi penegak hukum pajak dalam menggunakan wewenang dan kewajibannya untuk menegakkan hukum pajak. Sebaliknya, dapat dijadikan pedoman bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban dan menggunakan hak dalam rangka memperoleh perlindungan hukum sebagai konsekuensi dari penegakan hukum pajak.
Penegakan hukum pajak di dalam lembaga peradilan dilakukan melalui lembaga peradilan pajak maupun lembaga peradilan umum. Penegakkan hukum pajak melalui lembaga peradilan pajak tertuju pada penyelesaian sengketa pajak dan dilakukan dalam Lembaga Keberatan, Pengadilan Pajak, dan Mahkamah Agung, atau hanya Pengadilan Pajak dan Mahkamah Agung saja. Penegakan hukum pajak melalui lembaga peradilan umum tertuju pada penyelesaian tindak pidana pajak dan dilakukan oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung. Sedangkan penegakan hukum pajak di luar lembaga peradilan dilakukan oleh Pejabat Pajak dengan menggunakan wewenang berupa menerbitkan surat ketetapan pajak dan surat keputusan yang terkait dengan penagihan pajak.
2. Tugas Hukum Pajak
Tugas umum yang harus diemban oleh hukum pajak adalah:
a. Menelaah keadaan masyarakat yang dapat dihubungkan dengan pengenaan pajak;
b. Merumuskannya kedalam peraturan-peraturan hukum;
c. Menafsirkan peraturan-peraturan hukum tersebut;
d. Mengatur ketentuan-ketentuan pidana;
e. Mengatur ketentuan-ketentuan administrasi;
f. Mengatur ketentuan peradilan administrasi dan peradilan pajak.
Tugas Khusus hukum pajak adalah sebagai alat kebijaksanaan untuk menentukan politik perekonomian ataupun tugas di luar kepentingan keuangan negara.
3. Kegunaan (Fungsi) Hukum Pajak
Fungsi hukum pajak berkaitan erat dengan fungsi dari negara. Beberapa fungsi dari negara seperti:
a. Mensejahterakan dan memakmurkan masyarakat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
b. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yag kondusif dan damai diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
c. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar.
d. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warga meminta keadilan di segala bidang.
Untuk menjalankan fungsi tersebut di atas, negara membutuhkan biaya yang besar jumlahnya dan sifatnya rutin. Biaya tersebut harus ditanggung oleh setiap warganya yang dinilai mampu memberikan sumbangsih yang kemudian dikenal sebagai pajak. Sumbangsih dari warga negara tersebut harus dibuat aturan yang jelas dalam pelaksanaannya, sehingga dibuatlah hukum pajak yang berfungsi mengatur perpindahan harta dari masyarakat (wajib pajak) kepada publik (dengan melalui kas negara) tersebut berjalan dengan baik, teratur, tertib dan adil serta tidak menimbulkan kesewenang-wenangan dari pelaksana hukum.
Melalui fungsi dari hukum pajak, maka diharapkan fungsi budgetair (mengisi kas negara untuk kemudian digunakan membiayai pengeluaran negara/melaksanakan pembangunan) dari pemungutan pajak dapat terlaksana dengan baik dan adil. Dalam pembentukan hukum pajak harus nampak pula fungsi regulerent (mengatur) sehingga pemerintah dapat mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak seperti menggiring penanaman modal baik dalam negeri maupun luar negeri dengan pemberian berbagai keringanan pajak.

B. Pajak
1. Definisi Pajak

Negara dalam menyelenggarakan pemerintahan mempunyai kewajiban untuk menjaga kepentingan rakyatnya, baik dalam bidang kesejahteraan, keamanan, pertahanan, maupun kecerdasan kehidupannya. Hal ini sesuai dengan tujuan Negara yang dicantumkan di dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia serta untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan keadilan sosial.” Negara memerlukan dana untuk mewujudkan tujuan tersebut, sehingga diperlukan dana yang tentunya didapat dari rakyat itu sendiri melalui pemungutan pajak.
Kemudian dalam Pasal 23A UUD 1945 hasil amandemen disebutkan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan Negara diatur dengan undang-undang. Dengan kata lain, pajak harus berlandaskan undang-undang, berarti pemungutan pajak tersebut telah mendapat persetujuan dari rakyat melalui perwakilannya di DPR yang biasa disebut “berdasarkan yuridis”. Asas ini telah memberikan jaminan hukum yang tegas akan hak Negara dalam memungut pajak.
Dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007 Pasal 1 angka 1, disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Definisi mengenai “pajak” ini baru diatur dalam UU KUP No. 28 Tahun 2007. Dalam UU KUP sebelumnya, tidak pernah diterangkan secara lugas mengenai pengertian “pajak” sebagai kontribusi wajib kepada Negara.

2. Ciri Pajak
Ada lima unsur yang melekat dalam pengertian pajak tersebut, yaitu:
a. Pembayaran pajak harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifatnya dapat dipaksakan;
c. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak;
d. Pemungutan pajak dilakukan oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah;
e. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah bagi kepentingan masyrakat umum.
Sifat pemungutan pajak yang dapat dipaksakan dapat dijelaskan dimana uang yang dikumpulkan dari pajak akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pembangunan serta pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Supaya ada kepastian dalam proses pengumpulannya dan berjalannya pembangunan secara berkesinambungan, maka sifat pemaksaannya harus ada dan rakyat itu sendiri telah menyetujuinya dalam bentuk undang-undang. Unsur pemaksaan disini berarti apabila Wajib Pajak tidak mau membayar pajak, pemerintah dapat melakukan upaya paksa dengan mengeluarkan suatu surat paksa agar Wajib Pajak mau melunasi utang pajaknya.

C. Fungsi Pajak
Dalam dunia perpajakan, sering disebutkan bahwa fungsi pajak ada dua yaitu fungsi budgeter dan regulerend. Namun dalam perkembangannya fungsi pajak tersebut dapat dikembangkan dan ditambah dua fungsi lagi yaitu fungsi demokrasi dan fungsi redistribusi.
Fungsi budgeter adalah fungsi yang letaknya di sektor publik, yaitu fungsi untuk mengumpulkan uang pajak sebanyak-banyaknya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku, yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran Negara. Dalam APBNP 2011, target penerimaan perpajakan mencapai Rp878,7 triliun. Jumlah ini 75,4% (persen) dari total penerimaan negara, yaitu sebesar Rp1.165,3 triliun
Fungsi regulerend adalah suatu fungsi bahwa pajak-pajak tersebut akan digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. Dalam hal ini, pajak berfungsi sebagai alat pengatur keadaan sosial dan ekonomi. Salah satu contohnya yaitu adanya pengenaan pajak dengan tarif yang tinggi untuk PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Fungsi demokrasi dari pajak adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau wujud sistem gotong royong dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi pada masa sekarang ini sering dikaitkan dengan hak seseorang dalam memperoleh pelayanan dari pemerintah. Apabila seseorang telah melakukan kewajiban membayar pajak kepada Negara sesuai ketentuan yang berlaku, maka ia mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dari pemerintah. Bila pemerintah tidak memberikan pelayanan yang baik, pembayar pajak bisa melakukan protes (complaint) terhadap pemerintah.
Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan keadilan dalam masyrakat. Hal ini dapat terlihat misalnya dengan adanya tarif progresif pada undang-undang pajak yang mengenakan pajak lebih besar kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan besar dan pajak yang lebih kecil kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih sedikit (kecil).

D. Retribusi
Pungutan lain yang bersifat memaksa seperti retribusi pada dasarnya memiliki ciri yang sama dengan pajak, kecuali dalam hal imbalannya yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi. Unsur yang melekat pada pengertian retribusi adalah:
a. Pungutan retribusi harus berdasarkan undang-undang;
b. Sifat pungutannya dapat dipaksakan;
c. Pemungutannya dilakukan oleh Negara;
d. Digunakan untuk pengeluaran bagi masyarakat umum; dan
e. Kontra-prestasi (imbalan) langsung dapat dirasakan oleh pembayar retribusi.
Umumnya pungutan atas retribusi diberikan atas pembayaran berupa jasa atau pemberian izin tertentu yang disediakan oleh pemerintah kepada setiap orang atau badan. Karena kontra-prestasinya langsung dapat dirasakan, maka dari sudut sifat paksaanya lebih mengarah pada hal yang bersifat ekonomis. Apabila manfaat ekonomisnya telah dirasakan tetapi retribusinya tidak dibayar, maka secara yuridis pelunasannya dapat dipaksakan seperti halnya pajak.

E. Sumbangan
Istilah sumbangan ini berlandasan pemikiran bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk prestasi pemerintah tertentu tidak boleh dikeluarkan dari kas umum, karena prestasi itu tidak ditujukan kepada penduduk seluruhnya, tetapi hanya untuk sebagian tertentu saja. Hanya golongan tertentu dari penduduk ini sajalah yang diwajibkan membayar sumbangan itu. Sebagai contoh pemungutan sumbangan yang hasilnya ditujukan untuk pembuatan dan pemeliharaan jalan yang khususnya bermanfaat bagi para pemakai jalan tersebut.
Walaupun kelihatan hampir sama, namun sumbangan ini tidak boleh disamakan denga Retribusi. Pada retribusi dapatlah ditunjuk seseorang yang mengenyam kenikmatan kontra-prestasi dari pemerintah, sedangkan pada sumbangan yang mendapat prestasi kembali ini adalah suatu kelompok/golongan
F. Zakat/Sumbangan Keagamaan
Zakat merupakan Rukun Islam yang ketiga. Secara bahasa, zakat berarti tumbuh dan bertambah. Secara istilah, berarti hak wajib pada harta tertentu yang wajib diberikan kepada kalangan tertentu dan pada waktu tertentu. Zakat diwajibkan pada harta orang dewasa dan anak-anak, laki-laki dan wanita, jika harta dimilikinya secara sempurna mencapai nisab, melewati haul (sampai satu tahun kepemilikannya) dan pemiliknya adalah seorang muslim yang merdeka.
Berdasarkan UU Pajak Penghasilan, zakat yang disalurkan melalui Amil Zakat (badan yang sudah disahkan oleh Pemerintah untuk mengumpulkan zakat), maka dapat diperhitungkan sebagai pengurang dari penghasilan wajib pajak.
G. Kedudukan Hukum Pajak dalam Tatanan Hukum Nasional
Pembagian hukum sesuai civil law system (sistem hukum Romawi/Eropa Kontinental) memberikan pemisahan yang tegas antara hukum privat dan hukum publik. Hukum privat mengatur sekalian perkara yang berisi hubungan antara sesama warga negara dalam kedudukasn yang sederajat, seperti masalah perkawinan, waris, keluarga, dan perjanjian. Sedangkan hukum publik mengatur kepentingan umum, seperti hubungan antara warga negara dengan negara. Hukum publik berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana negara itu melaksanakan tugasnya.

Hukum yang masuk ke dalam bagian hukum privat, misalnya hukum perdata, hukum dagang, hukum perkawinan, dan sebagainya. Hukum yang masuk ke dalam hukum publik, misalnya hukum tata negara, hukum administrasi (hukum tata usaha negara), hukum pidana, dan hukum internasional. Berdasarkan pembagian hukum tersebut, ternyata hukum pajak tidak berdiri sendiri, melainkan berada dalam kandungan hukum administrasi sebagai bagian dari hukum publik.
Hukum pajak adalah bagian dari hukum administrasi, yang merupakan segenap peraturan hukum yang mengatur segala cara kerja dan pelaksanaan serta wewenang dari lembaga-lembaga negara serta aparaturnya dalam melaksanakan tugas administrasi. Jika hukum publik mengatur hubungan antara pemerintah (selaku penguasa) dengan rakyatnya, hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah selaku pemungut pajak dengan rakyatnya sebagai Wajib Pajak.
Dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa berdasarkan perkembangan dan kebutuhan negara akan pajak, Undang-undang Pajak mengalami perubahan (tax reform). Sebagai konsekuensinya, ternyata tidak disadari hukum pajak telah memisahkan diri dari hukum administrasi. Secara tegas dikatakan, bahwa hukum pajak bukan lagi bagian hukum administrasi, melainkan kedudukannya sama dalam kajian ilmu hukum. Dasar pemisahan hukum pajak dari hukum administrasi dapat ditinjau dari faktor-faktor berikut:
a. Sumber hukum pajak berbeda dengan sumber hukum administrasi;
b. Objek kajian hukum pajak adalah pajak, sedangkan objek kajian hukum administrasi adalah ketetapan yang bersegi satu yang ditetapkan oleh pejabat tata usaha negara (administrasi negara);
c. Subjek hukum pajak adalah Wajib Pajak, sedangkan subjek hukum admiistrasi adalah pejabat tata usaha negara yang menerbitkan ketetapan yang menimbulkan sengketa;
d. Penyelesaian sengketa pajak merupakan kompetensi absolut Pengadilan Pajak, sedangkan penyelesaian sengketa administrasi merupakan kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara;
e. Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara peradilan pajak, sedangkan hukum acara yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa tata usaha adalah hukum acara peradilan tata usaha negara.

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Welcome to my blog setelah membaca jangan lupa beri komentar ya dan jangan lupa share dan tambahkan tambahkan + pada google + (sebagai tanda terima kasih anda ) ^_^